Belum klarifikasi

Ah..  Semarang basah kuyup.  Langit sepertinya sedang ingin menangis sejadi-jadinya.  dan aku juga. 

Aku sedang bertanya – tanya,  jika reinkarnasi itu memang ada,  apa hal baik yang dulu kulakukan hingga punya orang tua seperti mereka.  Dan aku berharap dia juga merasakan hal yang sama. 

Ada begitu banyak perbedaan antara aku dan dia.  Kami pada dasarnya memang memiliki pola pikir,  sikap,   dan cara pandang yang berbeda. tapi kami bertoleransi dan pada satu masa juga saling mengkritik. 

Aku selalu mendengar kritikannya, karena aku merasa itu bentuk kasih sayangnya padaku.  Rasa peduli yang dicurahkan dalam komentar pedas untuk membuatku sadar.  Dan untukku, itu sering kali berhasil.

Tapi pada malam ini,  aku ingin dia yang mendengarkan aku. Dia,  anak yang diberkahi keberuntungan  dan keberanian dalam mengambil resiko.  dengarkan aku. 

Tolong, Pertimbangkanlah dengan dewasa. jangan selalu mengejar ambisi dan mengorbankan yang lain. 

Rumah? 

Ada satu rumah yang kudatangi karena penasaran.  Saat berada di dalam,  ternyata rumah itu cukup nyaman meskipun tak seperti dugaanku semula.  Aku bertemu banyak orang didalamnya,  sebagian besar menyambutku dengan hangat.  Tapi ada juga yang menantangku dengan komitmen. Sanggupkah aku?   

Aku gentar dan beberapa kali memilih pergi,  menghindari rumah yang cukup nyaman itu. Aku memasuki rumah rumah lain,  banyak yang aneh,  ada yang tak nyaman,  tapi banyak juga yang sesuai untukku. Terimakasih hidup, kau menawarkan banyak rumah untuk ku singgahi.

Aku tak mau menetapkan hati di satu rumah.  Bukankah selagi muda kita harus mencoba sebanyak-banyaknya?  Atau sebaiknya aku mulai menetapkan hati  pada satu rumah.  Memberikan kontribusi berarti pada rumah itu. 

Aku takut pada kepala rumah..  Aku takut pada rumah dan komitmen itu. Aku takut memilih. Tapi aku juga takut,  jika suatu hari,  rumah itu tak lagi menyambutku. 

Bertiga

Suatu kali,  kita bertiga pergi berpetualang. Langkah kita tanpa wacana dan kita menceritakan cerita yang engga dikatakan. 

Ku bisikkan rahasiaku,  pelan – pelan agar sempat kalian cerna.  Sedang kalian dengan lantang menyerukan pikiran pikiran  yang absurb. 

Kita tertawa dan terpesona. Tak kita pedulikan rasa minuman yang kian membuat mual.  Atau kaki yang semakin lelah melangkah. 

Waktu melambat dan bersama-sama kita bongkar rahasia dunia. Kali ini,  kitalah yang membunuh waktu.

Kebimbangan

Salah satu hal yang paling menggangguku selama masa kuliah adalah aku tidak yakin dengan apa yang kuinginkan, atau lebih tepatnya aku bimbang tentang apa yang lebih kuinginkan. Sejak pindah ke semarang, aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan berubah. Aku akan melewati batas-batas yang kubuat dulu dan melakukan hal-hal menarik.

Menurut penilaian pribadiku, selama rentang hidupku yang singkat aku adalah tipe orang yang bermain aman, tidak suka mengambil resiko, tidak suka memikul tanggung jawab, dan lebih senang berperan di balik layar.Aku nyaman dengan hidupku yang seperti itu, namun aku ingin mencoba hal lain, membuat hidupku lebih semarak. Karena aku ingin melihat lebih luas, menjangkau lebih banyak hal, dan aku ingin punya banyak teman.Tapi tentu saja proses berubah butuh waktu. Salah satu hal yang harus kuhadapi adalah kebimbangan.

Kebetulan aku memiliki teman dekat yang sangat aktif dalam banyak hal, kepanitiaan, BEM, UPK, dan bahkan club- club. Mau tidak mau aku membandingkan dirinya denganku, pada satu waktu dia sempat membuat aku merasa telah menyia-nyiakan waktuku, karena aku jadi merasa terlalu santai. Aku sempat ikut mendaftar di beberapa organisasi atau kepanitiaan, namun mundur pada saat seleksi sedangkan dia tetap maju. Aku bimbang,  di satu sisi organisasi akan membuatku punya banyak teman dan pengalaman, disisi lain aku tidak yakin ingin menghabiskan waktuku untuk hal itu. Aku senang bersama banyak orang, tapi aku juga senang menghabiskan waktu dengan diriku sendiri.

Karena aku ingin lepas dari zona aman, jadi aku merasa perlu untuk melakukan hal-hal yang tidak kulakukan sejak dulu. Aku takut membuang – buang peluang hanya karena aku kurang berani. Jadi aku perlu tau apa  yang benar-benar kuinginkan. Butuh waktu hingga aku sampai di kesimpulan ini, aku juga telah bertanya pada banyak orang, dan terutama diriku sendiri. Salah seorang teman berkata, “yang paling tau apa yang kamu butuhkan itu adalah dirimu sendiri, kamu paling bahagia gimana? cuman kamu yang tau”. Kakak sepupuku juga mengingatkan, kalaupun aku ingin melakukan banyak hal, tapi tetap harus punya tujuan. Saat aku memilih sesuatu, berarti aku juga melepaskan pilihan lainnya.

Aku menyadari bahwa aku memang tidak terlalu menikmati kegiatan berorganisasi seperti teman dekatku itu, tapi aku juga ingin punya pegalaman berorganisasi.  Aku ingin mencoba hal baru, ingat? jadi aku memilih beberapa organisasi secara selektif, kebanyakan yang akan mendukung jurusan kuliahku, dan menyisahkan banyak waktu untuk diriku sendiri. Selain mengatasi kebimbanganku, aku juga belajar hal penting. Bahwa aku tidak perlu membandingkan diriku dengan orang lain, kita punya tujuan berbeda dengan cara yang berbeda pula. Dia mungkin tidak akan mengerti apa enaknya, berdiam diri di kamar dan menonton ulang film Harry potter dari episode pertama hingga akhir. Sebagaimana aku tidak mengerti, apa enaknya mengikuti beberapa rapat seharian bahkan sampai larut malam.

Ini tentang cara setiap orang menghabiskan hidupnya, tak peduli apakah kamu ingin melakukannya dengan cara apa. Yang paling penting berbahagialah pada setiap prosesnya. Dan jangan pernah menyesal! kurasa aku telah menemukan keputusan yang tidak akan kusesali.

 

Kenapa PSIKOLOGI?

Aku rasa setiap orang yang baru saja masuk perguruan tinggi,  sering sekali ditanya tentang alasan mereka memilih jurusan tersebut.  Begitu juga aku,  dalam kasus ku aku akan dengan yakin menjawab kepada orang-orang bahwa ini memang hal yang kuiginkan. 

Tapi sebenarnya,  aku juga sedang meyakinkan diriku sendiri.  Aku merasa setiap kali aku menjawab orang lain dengan penuh keyakinan,  maka aku semakin yakin dengan pilihanku. Psikologi adalah suatu ilmu yang sejak lama kupikirkan ingin ku geluti. Walaupun persepsi sosial pernah menghalangi aku,  sterotip psikologi yang mempelajari “orang gila” membuat orang tua dan beberapa orang mempertanyakan pilihanku.. Hingga aku menjadi ragu.

Buat orang – orang yang pernah seragu aku dan belum salah melangkah (aku tidak memilih psikologi saat ujian ke perguruab tinggi). Aku menyarankan untuk menggali lebih dalam lagi alasan kenapa menginginkan psikologi.  Dan jangan ragu hanya karena omongan orang yang memberi penilaian buruk. Satu hal yang pasti kalau kita memilih jurusan yang sesuai maka tidak ada penyesalan. 

Tuan dari Hatiku

Barang kali, aku akan selalu mengingat hari ini. Satu malam yang tenang, dilatari lagu-lagu sendu dari radio di sudut warung dengan lampu-lampu kendaraan menjadi penyemarak yang sempurna. Aku duduk menikmati makan malam dalam kesendirian.  Kesendiran yang tidak terasa menyedihkan justru menenangkan. Pikiranku tertuju padamu, setelah sekian lama berlalu.

Sebenarnya kapan tepatnya aku berhenti memikirkanmu? Pertanyaan ini melayang-layang membentur kesadaranku. Aku tidak tahu. Kamu hanya tidak lagi jadi bagian doaku, tidak lagi kucari di berbagai sosial media, tidak berusaha kuhubungi, dan tidak lagi kubicarakan pada teman – temanku. Aku berhenti  begitu saja, tanpa pretensi, tanpa usaha. Mengejutkan memang, bahkan untukku sendiri. Setelah tahun-tahun yang berlalu, aku telah menjadi terbiasa memikirkanmu, rasanya seperti bagian dari keseharian.

“pada akhirnya, selalu ada kata cukup untuk segala sesuatu,” dulu sekali kamu pernah mengatakannya padaku. “benarkah? Lalu bagaimana kamu tahu, kapan tepatnya cukup itu?”  aku bertanya sungguh-sungguh.  Kamu memandang lurus ke depan, setelah jeda beberapa saat, kamu menghela nafas lalu berkata. ” Entahlah, kupikir setiap orang akan tahu .”  Pernyataanmu meninggalkan tanda tanya yang besar bagiku. Tentu saja saat itu, kamu tidak membicarakan tentang kita.tak pernah ‘kita’ menjadi penghubung antara aku dan kamu.

Aku selalu meragukan aku akan sampai di titik itu, ketika semuanya cukup.  Namun disinilah aku sekarang, duduk merenungkan tahun-tahun yang telah berlalu. Pada akhirnya, aku bisa mengkategorikan kamu sebagai kenangan. Kenangan yang membentang  sejak berseragam putih biru. Aku mengibaratkanmu langit, langit yang jauh dan luas dari bumi tempatku berpijak. Sejak awal aku tidak membiarkan diriku bermimpi terlalu tinggi. Aku puas dengan hanya memandang dari jauh, memasang telinga untuk mendengar suaramu ,dan jika beruntung sesekali dapat berbicara denganmu.Begitulah kamu bagiku, mimpi indah yang jauh namun seperti candu.

Malam kian larut, aku berjalan meninggalkan warung. Kulanjutkan nostalgia tentangmu di dalam kamar kosku. Dulu kamu menjadi salah satu dari antara banyak alasan kenapa aku memilih melanjutkan kuliah di pulau ini. Kamu dan mimpi besarmu adalah salah satu motivasiku. Saat itu, aku ingin tetap bisa melihatmu dari jauh. Merasakan bahwa kamu  ada. Namun apa daya, juangku tak bisa mengantarkanku padamu, tidak bisa mendekatkan kita. Kamu dan aku di pulau yang sama dengan jarak yang tidak bisa ku tepis. Namun hal yang paling menyakitkan bukanlah jarak yang kian meluas, membuat kita jauh bahkan mungkin tak akan bersua. Tapi kenyataan bahwa meskipun seandainya kamu kini  tepat di hadapanku, kamu tetap tidak akan menyadari keberadaanku. Yang memisahkan kita bukanlah jarak tempat, tapi  jarak hati.

Meskipun tak pernah membiarkan diriku bermimpi tinggi, tapi aku tetap pernah berfantasi. Aku menciptakan ilusi, seolah-olah kamu pernah merasakan apa yang kurasakan. Tapi ilusi adalah kepalsuan,dan kepalsuan menyakiti ketulusanku. Seorang teman pernah berkata padaku,ada kalanya kita perlu terima bahwa ada orang yang diciptakan untuk ada di dalam hati kita,tapi tidak di dalam hidup kita. Untukku orang tersebut adalah kamu!

Pagi hampir menjelang. Nostalgia ini resmi kuakhiri. Dengan kesadaran yang menelurkan kelegaan. Dengarkanlah, hei kamu yang jauh disana! Terima kasih karena telah ada. Waktulah yang telah membantuku paham. Kau mengisi hatiku, tapi pemilik hati ini adalah aku. Ketika cinta lebih banyak melukai daripada mengobati,maka aku perlu mengendalikan hatiku. Karena akulah tuan dari hatiku.

Ini jalanku,restui aku TUHAN

Jujur saja, aku mungkin masih tergolong karbitan dalam iman. Sebagian kegiatan kerohanian aku lakukan karena sudah menjadi kebiasaan saja, bagian dari rutinitas dan formalitas. Namun, ada satu momen tentang kepasrahan diri pada Tuhan yang luar biasa bagiku. Momen yang sangat berarti dalam hidupku.

sebaiknya aku jelaskan dulu latar belakang sebelum momen itu. cerita singkatnya,pada tahun 2014 aku lulus dari SMA. Seperti anak SMA yang lain aku berencana melanjutkan kuliah, namun aku tidak lulus SNMPTN dan SBMPTN, aku baru lulus setelah UMB. aku kecewa luar biasa, karena aku sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk gagal. Setelah berunding dengan keluarga, aku jadinya tidak masuk ke jurusan yang ku menangkan di UMB. Tapi aku melanjutkan ke  sebuah institut di daerah ku.

Masuk ke institut tersebut benar benar berkebalikan dengan rencana masa kuliah ku. Pada awalnya, aku menerima tawaran tersebut karena orang tuaku dan beberapa kerabat.Jadi bisa dikatakan itu adalah bentuk kompromi dan baktiku sebagai anak. aku merasa sudah sangat mengecewakan mereka dengan tidak lulus di SNMPTN dan SBMPTN dan tidak kuasa menolak tawaran itu. akhirnya aku berkuliah disana, di sebuah tempat yang tidak pernah ku pikirkan dengan jurusan yang tidak pernah ku bayangkan.

Walau telah mempersiapkan diri akan kecewa,aku ternyata lebih kecewa dari yang ku bayangkan. Bukan karena institutnya yang kurang bagus atau teman temannya. semuanya baik,hanya saja tidak pas. aku merasa hampa.Lebih seperti tidak mati dari pada hidup. Namun aku tidak punya pilihan lain, jadi aku menjalaninya saja. Semester pertama aku masih berpikir untuk mengulang, namun aku sadar orang tuaku tidak mampu. apalagi adikku juga akan kuliah,karena kami hanya beda satu tahun.

Hari hari berlalu. Singkat cerita, pada suatu malam ‘Tulang'( sebutan suku batak untuk saudara laki-laki ibu) meneleponku .Telepon berjam-jam yang intinya adalah meyakinkan ku untuk mencoba SBMPTN. Hari itu adalah satu hari sebelum penutupan pendaftaran SBMPTN 2015.aku menolak, karena aku sama sekali belum mempersiapkan apapun, dan saat itu adalah minggu tenang untuk UAS. Tapi Tulang ku adalah seorang yang dapat meruntuhkan gunung batu keyakinan. aku akhirnya mendaftar malam itu juga.

aku mendaftar di psikologi, jurusan yang ku inginkan. Jurusan yang tahun sebelumnya tidak ku pilih karena aku mempertimbangkan banyak hal. Aku lega, pada akhirnya aku punya kesempatan memilih hal yang benar-benar ku inginkan. aku selesai UAS pada 6 juli, sedangkan SBMPTN diadakan 9 juli. Bisa dibayangkan betapa tidak persiapannya aku, dan lagi aku harus menjalani tes soshum yang mana selama satu tahun tidak ku sentuh sama sekali (jurusan saya tergolong teknik). Kekuatanku hanya doa  sereniti.

Doa sereniti adalah doa yang selalu ku ucapkan dalam masa-masa setelah mendaftar hingga masa penantian pengumuman. isi doanya adalah:

Tuhan..
berilah aku kekuatan untuk mengubah hal hal yang dapat ku ubah
kesabaran untuk menerima hal hal yang tidak dapat ku ubah
dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.

saat itu aku benar-benar pasrah pada Tuhan. Untuk pertama kalinya aku benar-benar membiarkan Tuhan bekerja sepenuhnya dalam hidup ku. aku percaya dia memberi tepat seperti yang dibutuhkan.Dan aku menang. aku lulus di Psikologi UNDIP.  Bagiku itu adalah mukjizat.

Orang tuaku berulang kali menanyakan apakah aku benar-benar ingin pindah? kadang secara tersirat menyatakan ketidak setujuan dengan contoh-contoh kegagalan mahasiswa psikologi.aku tau mereka berniat baik dan hanya ingin yang terbaik bagi semua anak anaknya.aku benar-benar ragu.apakah orang tuaku sanggup membiayai dua orang masuk kuliah sekaligus, ditambah kakakku yang masih kuliah dan saudaraku yang lain yang masih sekolah? dan Bagaimana jika kuliah di psikologi itu tidak seperti yang ku bayangkan? Aku takut kecewa lagi.

Saat ini, aku telah resmi menjadi mahasiswi psikologi Undip.Aku bergumul lama dalam keragu-raguan, namun aku memilih jalan ini, karena aku percaya ini adalah jawaban doaku. Pada akhirnya orang tuaku medukung keputusanku. Mereka memang orang tua yang luar biasa.Orang tuaku setengah mati berusaha untuk menyekolahkan kami semua. Bukan hal yang mudah memang. Kadang aku merasa egois karena membuat beban mereka lebih banyak. aku merasa bersalah. Tapi di sisi lain, aku merasa bahwa inilah yang seharusnya ku lakukan.aku merasa bahagia di sini.aku merasa HIDUP.

Bagaimanapun perjalananku masihlah panjang. Tapi semoga saja, dengan rahmat Tuhan,aku  bisa membuktikan bahwa pilihan inilah yang terbaik bagiku. Sehat selalu untuk kedua orang tua yang ku kasihi, terima kasih untuk Doa, kerja keras, pengertian dan cinta yang luar biasa. Semoga aku tidak lagi mengecewakan kalian.

kau sedang apa?

hei kau yang disana..!

aku tersenyum saat melihat fotomu di sosial media.
tiba tiba aku rindu mendengar suaramu.
aku ingin tau kabarmu, apa kau baik baik saja?

ini menyesakkan.. aku terus menerus memikirkanmu,
aku betul-betul butuh melihatmu, mendengarmu bicara, atau kalau bisa aku juga ingin mendengarmu bernyanyi. suaramu kan bagus.

lihat.. aku tiba tiba menjadi ‘alay’
ya ampun, aku harus segera memperbaiki otakku. secepatnya!
tapi, itu karena sekarang melihat mu dari jauh pun aku tidak bisa.
Ada begitu banyak jarak diantara kita
kita di pulau yang berbeda, dan ada lautan yang luas memisahkan kita
lautan yang gagal ku sebrangi.

aku ingat hari itu, kau memakai baju hitam (anyway, aku suka saat kau memakai baju itu)
Di hari terakhir aku bertemu denganmu
sampai entah kapan akan ada masa membuat kita bertemu.
aku berdoa untukmu…
aku ingin kau bahagia..

tapi aku sadar..
seandainya saat ini kau ada di dekatku
aku tetaplah bukan apa-apa
kau bagai langit yang jauh…jauh sekali
dari bumi tempatku berpijak

ah..kau sedang apa?

Melewatkan Mu

Diantara riuh kesibukan dan  tugas-tugas serta kegalauan dan kefrustasian. aku menyempatkan diri untuk menonton film karya Raditya Dika yang berjudul Marmut merah jambu.udah basi? mungkin memang iya, tapi mau bagaimana aku baru menontonnya. tapi kurasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menontonnya, karena aku banyak tertawa karenanya, dan saat ini aku butuh tertawa.

bagian paling mengesankan dari film itu buatku adalah ketika diakhir cerita Dika bertemu kembali dengan Cindy di pesta pernikahan Ina. kata kata Cindy lah yang paling berkesan untukku.kira -kira seperti ini
“pernah gak, ditengah keramaian . kamu berpikir bahwa kamu telah melewatkan cinta pertamamu. hanya karena kamu ga berani menungkapkan. kira- kira perasaan itulah yang ku bwa terus selama beberapa tahun ini”

kalimat cindy membuatku berpikir, apa iya? dulu, entah kapan tepatnya. aku pernah memiliki keyakinan bahwa jika kau benar benar menyukai seseorang kau harus mengatakannnya padanya. tidak selalu karena ingin jadian, tapi untuk kelegaan. tapi kemudian aku tidak jadi mengatakannya, meskipun aku telah menyukainya selama bertahun-tahun. karena aku merasa, ini bukan saatnya, dan mungkin saat yang tepat memang tidak akan pernah tiba. tapi semoga saja, di masa depan, ketika aku sudah dapat berdiri tegak dengan kakiku sendiri, ketika aku telah merasa cukup layak untuknya. semoga saja kami dipertemukan kembali, dan aku berjanji akan memberi taunya. aku ingin dia tau, ada seseorang yang bahagia karena dia ada. walaupun dia tidak menyadarinya.

Ketika Aku memilih

Aku merenungkan pilihan terakhir yang disuguhkan padaku.Pilihan itu adalah pilihan untuk masuk ke sebuah jurusan yang tidak pernah kupikirkan  di tempat kuliah yang tidak pernah ku bayangkan.Diam diam dalam hati berjanji bahwa apapun yang akan terjadi aku tidak akan menyesali pilihan ini. Aku berdoa dan berusaha menguatkan diri.mencoba bertahan melewati yang terburuk.

Lalu waktupun berlalu, pilihan yang kubuat membawaku ke masa kini.Pada awalnya aku merasa bahwa aku telah melalui yang terburuk dengan menentukan pilihan yang sulit, dengan banyaknya pengorbanan yang kulakukan. yakni pengorbanan impian dan keinginan, tapi aku berkompromi. Bagaimanapun adalah kesalahanku tidak masuk kejurusan dan uiversitas yang  kuinginkan.

tapi ternyata membuat pilihan hanyalah sebuah langkah awal dari jalan yang benar benar panjang. Ketika memasuki dunia kuliah, aku terkejut akan betapa berbedanya realitas yang ku dapat dengan ekspektasiku selama ini.  Keterkejutan itu dibumbui dengan rasa jenuh karena itu sudah kali kedua aku tinggal di asrama, dan percayalah, itu bukan pengalaman yang ingin kau ulang berkali-kali.

Aku merasa sedih dan kecewa. Bukan hanya itu, aku juga merasa marah. Marah pada kenyataan yang membuat aku di tempat itu.Tempat itu benar benar seperti pengulangan masa SMA ku, aku merasa seperti anak SMA di perguruan tinggi daripada anak kuliahan. Aku merasa frustasi dengan banyaknya aturan yang mengikat, meskipun aku tau aturan itu baik adanya. Namun aku lelah didikte orang tentang apa yang harus kulakukan dan  aku benci dikontrol dengan paksaan. Aku hanya ingin menemukan diriku sendiri, bukan menjadi apa yang orang lain inginkan.

Aku selalu berpikir, bahwa menjadi diri sendiri itu jauh lebih penting daripada menjadi baik di mata orang lain dengan cara menekan perasaanmu. Itulah alasan tempat kuliah itu, menjadi tidak bersahabat denganku. aku tidak bisa menjalani segala sesuatu dengan ikhlas disana.

Tapi, sulit menemukan seseorang yang benar-benar mengerti apa yang kurasakan. Kebanyakan hanya memberi nasihat nasihat yang tidak kubutuhkan. Memang gampang menasehati orang lain, aku juga tau caranya. Tapi bukan itu yang kubutuhkan!